DAFTAR ISI
Kata
pengantar ..........................................................................................................
Daftar
isi ...................................................................................................................
Bab 1 :
Pendahuluan .................................................................................................
A. Latar
Belakang Masalah ............................................................................
B. Rumusan
Masalah ......................................................................................
C. Tujuan
Masalah ..........................................................................................
Bab 2 :
Pembahasan ..................................................................................................
a.
Psikologi pembelajaran menurut Thorndike..............................................
b.
Psikologi pembelajaran menurut Skinner
c.
Psikologi pembelajaran menurut Ausubel
d.
Psikologi pembelajaran menurut Gagne
Bab 3 :
Penutup ........................................................................................................
·
Kesimpulan ................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pada umumnya
persepsi siswa terhadap pelajaran matematika
dirasakan sukar dan tidak tampak kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Namun
juga terdapat beberapa siswa yang sangat menikmati
keasyikan bermain dengan matematika, mengagumi keindahan matematika
dan tertantang ingin memecahkan setiap soal matematika.
Kedua persepsi ini pasti ada dalam
pendidikan matematika di mana-mana. Yang menjadi
masalah adalah persepsi negatif terhadap pelajaran matematika
sangat banyak terdengar. Persepsi negatif ini, mungkin saja berasal dari
porsi materi matematikanya terlalu banyak dan
tidak sesuai dengan tingkat perkembangan
intelektual siswa; bahkan mungkin berasal dari strategi pembelajarannya yang kurang menarik bagi
siswa. Namun kita harus selalu berusaha
membangun persepsi positif terhadap pelajaran matematika. ( dikutip dari
buku “Pokok-pokok Pengajaran Matematika di Sekolah” oleh Muhamad Sholeh)
Untuk membangun porsi persepsi
positif agar lebih banyak daripada persepsi negative tentunya bukan perkara
yang mudah dan bukan perkara yang tidak mungkin. Diperlukan strategi khusus
bagi guru atau pengajar matematika tentang bagaimana menyajikan matematika
secara menarik bagi murid, diantaranya dengan meminimalisir kesulitan belajar
siswa dalam matematika. (Sabri : 1995) mengemukakan bahwa kesulitan belajar
adalah kesukaran siswa dalam menerima atau menyerap pelajaran disekolah,
kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa terjadi pada waktu mengikuti
pelajaran yang disampaikan atau ditugaskan oleh guru. Diperkuat oleh pemaparan Herman Hudojo (1983:200) dalam salah satu
jurnal milik Edi Prajitno dkk (2002:68), menyatakan bahwa kesulitan belajar
merupakan gejala yang Nampak dalam berbagai jenis manifestasi.
Maka bukan
suatu hal yang aneh jika banyak ilmuan yang telah menemukan teori belajar
diantaranya adalah teori belajar dari
Thorndike, Skinner,
Ausubel. Gagne, yang akan kami bahas dalam maklah ini.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakng tersebut, rumusan masalah yang kami buat adalah:
1.
Bagaiman teori belajar yang dikemukakan
oleh Thorndike ?
2.
Bagaiman teori belajar yang dikemukakan
oleh Skinner ?
3.
Bagaiman teori belajar yang dikemukakan
oleh
Ausubel ?
4.
Bagaiman teori belajar yang dikemukakan
oleh Gagne ?
C.
Tujuan
Masalah
Tujuan dari penulisan makalah ini
adalah:
1.
Untuk mengetahui dan memahami teori
belajar yang dikemukakan oleh Thorndike
2.
Untuk mengetahui dan memahami teori
belajar yang dikemukakan oleh Skinner
3.
Untuk mengetahui dan memahami teori
belajar yang dikemukakan oleh Ausubel
4.
Untuk mengetahui dan memahami teori
belajar yang dikemukakan oleh Gagne
BAB II
PEMBAHASAN
A. Psikologi
pembelajaran menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah
proses interaksi antara stimulus dan respon (Muhibbin : 2007).
Stimulus yaitu apa saja dapat merangsang terjadinya kegiatan
belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat diterapkan
melalui alat indera, sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan
peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan atau
gerakan/tindakan. Stimulus dan respon merupakan upaya secara metodologis untuk
mengaktifkan siswa secara utuh dan menyeluruh baik pikiran, perasaan dan
perilaku (perbuatan). Salah satu indikadasi keberhasilan belajar terletak pada
kualitas respon yang dilakukan siswa terhadap stimulus yang diterima dari guru.
Belajar merupakan peristiwa
terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus dan
respon. Teori belajar ini disebut teori “conectionisme”. Atau dengan
kata lain, belajar adalah pembentukan atau penguatan hubungan antara S (stimulus)
dan R (respon, sambutan). Hubungan S-R ( Stimilus-Respon )
atau antara kesan indera (sense impression) dan impuls (dorongan
spontan) untuk bertindak (impuls to action) disebut “bond” atau “connection”
atau “association”. Karena itulah maka teori ini disebut “connectionis”
atau “bond psikologi”. Menurut Thorndike, asosiasi itu membentuk sebagian
besar, meskipun bukan seluruhnya, apa yang di pelajari dan diingat oleh manusia
.Teori ini disebut juga dengan “trial and error learning” (belajar
dengan cara coba salah) atau “learning by selecting and connecting”
(belajar dengan menyaring dan menghubungkan). Menurut teori ini, belajar
dilakukan dengan cara menyaring atau memilih respons yang tepat terhadap
stimulus tertentu ( Muhammad : 2004 ).
- Hukum-hukum Teori Koneksionisme Edward Lee Thorndike
Adapun hukum – hukun teori
Koneksionisme Edward Lee Thorndike yang ditulis oleh Stephen Tomlinson (Edward
Lee Thorndike and John Dewey on the Science of Education, 1997) adalah :
- Hukum kesiapan (law of readiness), hukum ini pada intinya menyatakan bahwa belajar akan berhasil apabila peserta didik benar-benar telah siap untuk belajar. Dengan perkataan lain, apabila suatu materi pelajaran diajarkan kepada anak yang belum siap untuk mempelajari materi tersebut maka tidak akan ada hasilnya.
- Hukum latihan (law of exercise), yaitu apabila ikatan antara stimulus dan respon lebih sering terjadi, maka ikatan itu akan terbentuk semakin kuat. Interpretasi dari hukum ini adalah semakin sering suatu pengetahuan dan pengalaman yang telah terbentuk akibat terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon yang terus-terus dilatihkan, maka ikatan tersebut akan semakin kuat. Jadi, hukum ini menunjukkan prinsip utama belajar adalah pengulangan. Semakin sering suatu materi pelajaran diulangi maka materi pelajaran tersebut akan semakin kuat tersimpan dalam ingatan (memori).
- Hukum akibat (law of effect), yaitu apabila asosiasi yang terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan maka asosiasi akan semakin meningkat. Hal ini berarti, jika suatu respon yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu stimulus adalah benar dan ia mengetahuinya, maka kepuasan akan tercapai dan asosiasi akan diperkuat.
- Aplikasi Teori Koneksionisme Edward Lee Thorndike dalam Pembelajaran Matematika
Implikasi Teori Throndike pada
pembelajarn dikelas yang dikutip dari buku Psichology of Learning adalah
:
1)
Guru harus tahu, bahwa siswa lebih minat belajar ketika mereka merasa
berkebutuhan dan berkepentingan pada pelajaran tersebut. maka guru harus
memastikan bahwa kegiatan belajar tersebut penting bagi siswa.
2)
Kesiapan merupakan prasyarat untuk belajar, karena itu guru disarankan untuk
mempertimbangkan kemampuan mental atau kognitif peserta didik ketika
merencanakan kurikulum atau isi instruksional.
3)
Guru harus menyadari fakta bahwa siswa ingin mengulangi tindakan yang mereka
terima sebagai hal positif. Oleh karena itu, guru harus selalu menggunakan
berbagai strategi motivasi untuk mempertahankan minat belajar siswa di kelas.
4)
Guru harus selalu meghadirkan bahan secara logis dan cara yang lebih koheren.
Ini adalah cara utama menangkap dan mempertahankan kepentingan peserta didik
dalam kegiatan pedagogis.
B.
Psikologi pembelajaran menurut Skinner
Menurut pandangan B. F. Skinner
(1958), belajar merupakan suatu proses atau penyesuaian tingkah laku yang
berlangsung secara progressif. Pengertian belajar ialah suatu perubahan dalam
kemungkinan atau peluang terjadinya respons. Skiner berpendapat bahwa ganjaran (reward) yang
bersifat mendidik
merupakan salah satu unsur yang penting dalam proses belajar, hanya istilahnya
perlu diganti dengan penguatan. Ganjaran adalah sesuatu yang menggembirakan,
sedangkan penguatan adalah sesuatu yang mengakibatkan meningkatkatnya suatu
respon tertentu. Penguatan tidak selalu hal yang menggembirakan, tetapi bisa
juga sebaliknya.
- Teori skinner
Ø Teori pengkondisian operan
Untuk memahami pengkondisian operan, kita
perlu membedakan apa yang disebut Skinner dengan perilaku respon dan
perilaku operan. Perilaku respon adalah respon langsung pada stimulus, seperti
akomodasi biji mata sebagai respon pada kilatan cahaya, hentakan kaki sebagai
respon pada pukulan di tempurung lutut. Sebaliknya, perilaku operan
dikendalikan oleh akibat dari perilaku respon. Bila akibat dari perilaku respon
tersebut positif, maka kita cenderung mengulangi perilaku tersebut, sebaliknya
bila akibat dari perilaku respon tersebut negatif, maka kita cenderung tidak
mengulanginya. Jadi proses belajar dengan
pengkondisian operan adalah proses pengontrolan tingkah laku organisme melalui
pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan yang relatif bebas.
- Aplikasi Teori Skinner Terhadap Pembelajaran Matematika
Seorang siswa diberi soal matematika sederhana dan siswa dapat
menyelesaikannya sendiri. Guru memuji siswa karena telah berhasil menyelesaikan
soal tersebut. Dengan peristiwa ini siswa merasa yakin atas kemampuannya,
sehingga timbul respon mempelajari pelajaran berikutnya yang sesuai atau lanjutan apa yang dapat dia
selesaikan tadi. Selanjutnya dikatakan bahwa pada umumnya stimulus yang
demikian pada umumnya mendahului respon yang ditimbulkan. Belajar dengan respondent
conditioning ini hanya efektif jika suatu respon timbul karena kehadiran
stimulus tertentu.
C.
Psikologi
pembelajaran menurut Ausubel
David Ausubel adalah seorang ahli
psikologi pendidikan yang terkenal dengan teori belajar bermakna (meaningfull).
Ausubel (Tim MKPBM, 2001 : 35) membedakan antara belajar menemukan dengan
belajar menerima. Pada belajar menerima siswa hanya menerima, jadi tinggal menghafalkannya, tetapi pada belajar menemukan
konsep ditemukan oleh siswa, jadi tidak menerima pelajaran begitu saja.
Menurut Ausubel (Dahar, 1996 : 112)
pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada
konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur
kognitif meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi
yang telah dipelajari dan diingat siswa.
Faktor-faktor utama yang
mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang
ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan
pada waktu tertentu.
Pembelajaran bermakna terjadi apabila seseorang belajar dengan mengasosiasikan
fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Dalam proses belajar
seseorang mengkonstruksi apa yang telah ia pelajari dan mengasosiasikan
pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru ke dalam struktur pengetahuan mereka
- Teori Ausubel
Ø Teori Belajar Bermakna
Teori Belajar Bermakna Ausubel
sangat dekat dengan Konstruktivisme. Keduanya menekankan pentingnya pelajar
mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam sistem
pengertian yang telah dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya asimilasi
pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa.
Keduanya mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif.
Ausubel berpendapat bahwa guru harus
dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar yang
bermakna. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas
belajar siswa, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar, akan
bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun untuk
siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita
banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru
menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi.
- Aplikasi Teori Ausubel Terhadap Pembelajaran Matematika
Dalam pembelajaran matematika siswa
akan lebih baik jika siswa tersebut dilibatkan langsung dalam pembelajaran, terutama mereka yang berada di tingkat
pendidikan dasar. Namun untuk siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka
kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih
efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram,
dan ilustrasi.
D.
Psikologi
pembelajaran menurut Gagne
Menurut Gagne (dalam Hudojo, 1988:
19), belajar merupakan proses yang memungkinkan manusia memodifikasi tingkah
lakunya secara permanen, sedemikian hingga modifikasi yang sama tidak akan
terjadi lagi pada situasi baru. Pengamat akan mengetahui tentang terjadinya
proses belajar pada diri orang yang diamati bila pengamat itu memperhatikan
terjadinya perubahan tingkah laku. Gagne berpendapat bahwa kematangan bukanlah
belajar, sebab perubahan tingkah laku yang terjadi, dihasilkan dari pertumbuhan
struktur dalam diri manusia itu. Dengan demikian, belajar terjadi bila individu
merespon terhadap stimulus yang datangnya dari luar, sedang kematangan
datangnya memang dari dalam diri orang itu. Perubahan tingkah laku yang tetap
sebagai hasil belajar harus terjadi bila orang itu berinteraksi dengan
lingkungan.
- Teori Belajar Menurut Robert M. Gagne
Sebagaimana
tokoh-tokoh lainnya dalam psikologi pembelajaran, Gagne berpendapat bahwa belajar
dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar
pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang. Lingkungan indiviu seseorang
meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan
berbagai lingkungan sosial. Berbagai lingkungan itulah yang akan menentukan apa
yang akan dipelajari oleh seseorang dan selanjutnya akan menentukan akan
menjadi apa ia nantinya.
- Aplikasi Teori Gagne terhadap Pembelajaran Matematika
Karakteristik materi matematika yang
berjenjang (hirarkis) memerlukan cara belajar yang berjenjang pula. Untuk
memahami suatu konsep dan/atau rumus matematika yang lebih tinggi, diperlukan
pemahaman yang memadai terhadap konsep dan/atau rumus yang ada di bawahnya,
dalam hal ini guru sangat berperan dalam proses pembelajaran.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Teori Thorndike
Teori belajar stimulus-respon yang
dikemukakan oleh Thorndike disebut juga dengan koneksionisme. Teori ini
menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukkan hubungan
antara stimulus dan respon.
Terdapat beberapa dalil atau hukum
kesiapan (lawofreadiness), hukum latihan(lawofexercise) dan hukum
akibat(lawofeffect).
2. Teori Skinner
·
Teori
pengkondisian operan
Pengkondisian operan adalah proses pengontrolan tingkah laku
organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan yang
relatif bebas.
3. Teori Ausubel
·
Teori
Belajar Bermakna
Belajar bermakna lebih dilakukan dengan metode penemuan
(discovery). Namun demikian, metode ceramah (ekspositori) bisa juga menjadi
belajar bermakna jika berlajarnya dikaitkan dengan permasalahan kehidupan
sehari-hari, tidak hanya sampai pada tahap hapalan; bahan pelajaran harus cocok
dengan kemampuan siswa dan sesuai dengan struktur kognitif siswa
4.
Teori Gagne
Gagne berpendapat bahwa belajar
dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar
pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang.
Daftar
pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar